Rabu, 15 Februari 2012

spesial for my best friend

Teringat setelah mendengar volksong dalam acara drama arenannya adikku ..
“… dan kini kita mulai duduk dikelas lima, perjuangan yang hebat kita lalui bersama .
Sedih, ceria, senang, susah itu sudah biasa, bismillah ku bisa tuk husnul khotimah …”
Teruntuk teman-temanku tercinta .
Masih ingatkah kalian saat awal-awal masuk ma’had?
Tak ada teman, tak ada yang dikenal sama sekali. Hahaha ..
Inget gak kalian pertama kita kenalan gimana? Buat kenalan aja sungkan banget .
Pertama kali nginjek wilayah ma’had, yaa Allaah sedihhh banget. Rasanya selalu aja pengen nangis, males makan, kangen banget sama suasana rumah. Akhirnya setiap sore aku selalu duduk di parkiran depan lobi, sekedar melihat, semoga aja yang dating dari pagar pondok adalah orang yang ku kenal. Tapi sayangnya, setelah menunggu beberapa menit, yang ditunggu tak kunjung datang. Huh ..
disaat-saat latihan bernyanyi untuk acara kuliah umum, ada bait dari lagu ‘Hymne oh Pondokku’ yang selalu saja membuatku sedih .
“… wahai pondok tempatku, laksana ibu kandungku ..
nan kasih serta sayang padaku, oh pondokku .. I..Bu.. Ku..”
Mataku selalu menerawang kearah jalan raya, berharap dan selalu berharap ada keluargaku yang yang mengunjungiku. Hari demi hari, akupun kenal dengan beberapa temanku. Yah, teman yang tempat tidurnya tidak jauh dari tempat tidurku. Tiap istirahat ke-2 disela-sela kegiatan KBM aku dan temanku pergi ke asrama untuk sekedar merebahkan diri di kamar, tapi sayangnya kami terlalu ‘sayang’ dengan kasur kami yang telah d bereskan hingga licin untuk menidurinya. Hahaha ..
Pikiran yang konyol, akhirnya kami rela tidur diatas lemari dari pada harus membereskan kasur kembali.
Setahun berlalu, kini beranjak kekelas dua.
yah, cerita dikelas dua tidak terlalu menarik, hanya ada perasaan yang ingin pindah gara-gara tidak betah.
Dan kini berlanjut kekelas tiga. Benar, saat-saat menjelang UAS.
Pada tahun ini banyak sekali kenangan-kenangan yang tidak mudah dilupakan. Setiap sore, disaat-saat tidak ada jam bimbel aku bersama kedua temanku belajar bersama pada teras lobi atas, sesekali melihat anak-anak kecil diluar lingkungan pondok yang mungkin baru pulang dari sekolah madrasahnya, kami berkomentar tidak jelas sebenarnya, seperti orang-orang yang ‘kurang kerjaan’ , warna-warna baju merekalah yang kami komentari. Kuning-merah, hijau-biru, sungguh tidak nyambung. Ckckck ..
Tetapi dengan komentar-komentar yang tidak jelas itulah kami bisa tertawa lepas disaat-saat penat dalam belajar. *Athifah, Rifa, Yulis.
Bagaimana aku bisa kenal dengan temanku Tifah, akupun lupa bagaimana pertama kali kita berkenalan sehingga kita bisa tertawa lepas bersama.
Itu saat-saat belajar sore, tapi pada saat mendekati waktu UAS ada hari tenang, yang biasanya kita sebut ‘musamahah’, kami belajar tidak hanya bertiga, tetapi beramai-ramai …
dengan orang yang kita anggap mahir tentunya, Enong salah satu teman kami yang mahir.
Dan yang lainnya, Iis anak dari guru matematika kami. Dia sangat pintar, aku sering bermain atau sekedar bertanya beberapa materi yang tidak aku fahami dengannya, ia memilki teman seranjangnya, Hani namanya.
Dari sinilah kita mulai bercanda bersama .
Berlanjut kekelas 4 KMI (1 SMA), banyak temanku yang berguguran pindah dari perjuangan dalam meraih gelar ‘alumni’, termasuk Enong dan Iis mereka pindah ke sekolah yang lebih bergengsi dari ma’hadku J
Hanya aku, tifah, yulis, hani, dan beberapa temanku yang tetap beristiqomah dalam ma’had ini.
Aku, tifah, dan hani mendapat kepercayaan untuk menjadi penjaga kantin, alangkah senangnya hati ini.
Terlalu banyak kenangan yang terukir dalam kantin, teraktiran dari ustadzah penanggung jawab kantin hingga bersama-sama makan durian ‘yang blum terlalu matang’, tidak enak memang, tapi kebersamaannya itu yang membuat seru.
dan setelah naik kekelas lima KMI, beberapa teman gugur kembali. Memang benar-benar kesabaran yang diuji untuk bertahan sampai 5 tahun. Akupun hampir tak kuasa menahan diri untuk keluar dari ma’had, akan tetapi orang tuaku mencoba merayuku untuk tetap berada dipondok, tak kuasa aku menahan tangis tak kuat untuk selalu hidup dalam ma’had, tetapi melihat kedua orang tuaku yang telah mengorbankan segalanya akupun mengalah, yah hanya demi orang tuaku akupun bertahan.
Berlanjut kekelas 6 KMI, wahh senangnya hatiku untuk pertama kalinya menjejaki kaki di ‘sanah nihaa-i’, kekompakan mulai terasa untuk mencapai keberhasilan acara terbesar yang dilaksanakan kelas 6 PG (panggung gembira). Banyak teman-teman smp yang sengaja hadir menyempatkan diri untuk melihat karya seni yang berhasil diwujudkan oleh kami yang bertahan dalam pondok ini.
‘man shobaro dzofiro’, kata mutiara itu benar.
Aku merasakan buahnya dari kesabaran dari semuanya yang telah aku alami. Aku mendapatkan apa yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tetapi atas kuasa-Nya, aku mendapatkan nikmat yang tak terkira. Subhanallah .
Berkat do’a semuanya, orang tuaku tak perlu membiayai kuliahku J
Dan impianku tuk menjadi santri terbaik pun kuraih, jujur diriku amat sangat senang. Tetapi aku teringat temanku, yah aku seperti ini berkatnya. Seharusnya bukanlah aku yang mendapatkan predikat itu, sungguh miris hatiku. Athifah Rodhya Munjiah, temanku. Ialah sang ‘santri terbaik’.
Ia yang telah banyak mengajariku tentang hidup, bagaimana untuk berkorban, bagaimana untuk ikhlas, bersyukur, dan untuk selalu dekat dengan-Nya.
Syukron banget yah teman-teman, uhibbukum fillah J   


1 komentar: